Kini
setelah mendapat persetujuan dari keluarga, Yoga sekarang tercatat sebagai
salah satu mahasiswa di universitas negeri terbaik di Jakarta di Falkutas
Hukum. Sejak dulu Yoga memang sudah memimpikan untuk bisa menyandang gelar
sarjana hukum, sama seperti sahabatanya Harrys yang sekarang juga mengambil
jurusan hukum. Bedanya adalaha Harrys berada di bawah naungan salah satu
universitas terbaik di Inggris. Meskipun sekarang mereka terpisah oleh jarak
yang cukup jauh, namun intesitas komunaksi mereka terus berjalan. Maklumlah,
kedua orang ini memang sudah begitu dekat sejak kecil. Namun kali ini mereka
harus terpisah sejenak untuk mimpi mereka masing-masing.
Setiap
hari Yoga menjalani rutinitas perkuliahan yang begitu padat. Panas ibukota yang
selalu sama dan tidak bisa diajak kompromi itu, serta macetnya jalan tak
membuat Yoga untuk mengeluh mengendarai sepeda motornya menuju kampus. Kali ini dia berangkat
berboncengan dengan salah satu teman sekelasnya yaitu Adit. Anak mudah seperti
Yoga dan Adit memang sedang asyik-sayiknya kuliah. Apalagi Yoga terbilang aktif
mengikuti kegiatan dan banyak mengikuti organisasi di kampus. Namun Yoga begitu
senang, karena untuk itulah kita hidup, untuk berkarya, kita masih mudah kawan.
Lampu
merah, dan sebagai pengendara yang baik, Yoga mematuhi peraturan yang ada. Dia
tak mau hanya karena memburu waktu untuk segera tiba ke kampus harus melanggar
aturan yang ada, mungkin saja ia tidak akan rugi karena bisa segera tiba dengan
cepat. Tapi resikonya adalah dia bisa merugikan pengendara lain. Hal yang besar
pada dasarnya bermula dari pelanggaran kecil.
“Mas minta uang mas” seorang
anak kecil tiba-tiba datang menghampiri Yoga dengan tatapan dan suara memelas.
Hal itu membuatnya miris. Namun tak ada balasan dari sapaan anak kecil itu.
Yoga hanya melambaikan tangan kosong. Sebagai isyarat bahwa dia tidak akan
memberikann apa-apa dan menyuruhnya segera pergi.
“Yoga, beri uang
seribuan aja, kasihan” suara Adit tampak menyuruh dari belakang.
“Aku bukannya anti
beramal Dit, tapi ini masalah ideologi dan karakter bangsa kita kelak. Untuk
memberikan uang pada pengamen terkhusus kepada anak-anak kecil di jalanan
seperti ini adalah sebuah kesalahan. Dengan mudahnya kita memberikan uang,
mereka akan mengira mencari uang itu adalah hal yang gampang dan tidak perlu
perjuangan. Cukup minta sana-sini, maka uang akan muncul sendiri. Jika mental
itu terbawa hingga mereka dewasa, bukankah negeri ini akan semakin terpuruk?”
Jawab Yoga dengan lantang dan meneruskan perjalanan mereka.
“Iya benar sih. Makin
miris juga tiap hari melihat makin banyak anak-anak yang mengemis di jalanan”
“Itulah. Jika memiliki
uang lebih, sepertinya lebih aman jika kita sumbangkan pada dinas sosial saja.
Untuk selanjutnya, uang itu digunakan mengurus anak-anak jalanan agar lebih
memiliki masa depan. Sepertinya itu lebih baik Dit” Yoga sedikit menyarankan
Ya,
seperti itulah prinsip Yoga yang selalu tidak akan berubah, selalu analisa
dengan matang sebelum bertindak. Bertatap muka dengan pengamen-pengamen yang
didominasi anak kecil itu bukanlah hal yang baru lagi untuk Yoga. Namun hal itu
tidak pernah membuatnya patah semangat untuk terus menuntut ilmu di universitas
terbaik se-Indonesia itu.
Menyimak,
memperhatikan, bahkan menanyakan ulang apa yang belum dipahami sudah menjadi
hal yang mutlak dalam proses pembelajaran. Sepertinya anak yang sekarang berusia
18 tahun ini tak mau hanya menjadi mahasiswa yang sekedar datang, duduk, dan
diam semata. Dia mau berkembang dan bersosialoisasi agar kelak dia bisa menjadi
kebanggaan bangsa Indonesia. Yoga sadar anak muda seperti dirinya, harus
memupukkan semangat yang besar untuk melakukan hal-hal positif guna di masa tua
nanti tak ada penyesalan yang hadir.
Perjalan
perkuliahan Yoga memang nampak begitu menyenangkan namun kadang terbilang
sulit. Di awal-awal dia harus bersosialisasi dengan wajahg-wajah baru. Namun
ada pula beberapa wajah yang sudah tidak asing lagi, karena beberapa teman
semasa bangku SMA dulu. Tapi satu hal yang membuat Yoga merasa bangga
melanjutkan studinya di Negara sendiri adalah tak lain dan tak bukan banyak
dari warga Negara tetangga yang rupanya juga menjatuhkan pilihan mereka di
Indonesia. Sungguh suatu kebanggaan! Itu bisa membuktikan bahwa pendidikan
Indonesia juga layak dibanggakan. Meskipun Yoga sadar belum bisa menjadi
terbaik di mata dunia. Bertahun-tahun ia harus memupuk semangat dan menambah
penegtahuan serta bersosialisasi dengan banyak macam karakter. Bahkan setiap
hari Yoga selalu bertukar informasi pada mereka yang baru memulai pendidikan di
Indonesia. Yoga tak segan memberi pengetahuan tentang budaya, serta makanan
khas yang ada di negeri ini. Begitu sederhana, tapi buatnya itu bisa menjadi
nilai tersendiri agar kebudayaan yang ada di negera ibu pertiwi ini bisa
dikenal oleh masyarakat luar.
Kini
saat sudah menginjak semester empat. Yoga diutus dari Falkutas sebagai salah
satu calon untuk ikut berpartisipasi dalam debat Hukum International. Memang
masih sekedar calon, karena akan diseleksi lima orang terbaik lagi untuk di
ikut sertakan dalam ajang International yang di selenggarakan di Inggris.
Mendapat kepercayaan dari universitas tempatnya bernaung serasa mimpi di siang
bolong. Tapi ini nyata. Ini adalah mimpinya sedari dulu. Membawa nama Indonesia
ke mata dunia atas kemampuan yang dimilikinya. Tapi, rasa takut dan pesimis
selalu menghantui. Bukan hanya itu dia harus menyingkirkan 15 orang lain dari
berbagai universitas di Indonesia. Untuk pada akhirnya bisa betul-betul
mewakili nama Negara tempatnya berpijak.
“Bukannya itu dulu
mimpi kamu? Sekarang kenapa jadi ragu begitu?” Tanya sang ibu saat Yoga
menceritakan semuanya.
“Ada 20 orang bu, dan
yang terpilih hanya lima orang saja. Mereka semua hebat-hebat”
“Dulu kamu sendiri yang
bilang, kelak suatu hari nanti ingin membanggakan Negara kamu ini. Sekarang
disaat kamu punya kesempatan untuk mewujudkannya malah langsung nyerah gitu. Bukannya
dengan kamu pergi ke Inggris nanti, kamu malah bisa bertemu dengan Harrys juga
kan? Kalian sudah tidak bertemu selama dua tahun belakangan ini loh”
“Hehehe. Baru ingat
kalau ada Harrys di Inggris. Sahabat macam apa aku sampai lupa sahabatku lagi di
Inggris”
“Maka dari itu, selain
nanti kamu bisa membawa nama baik Indonesia, kamu juga bisa sekaligus mengjenguk
sahabatmu itu. Dan bisa kangen-kangenan” ibu menyarankan
Kali
ini sepertinya rasa pesimis Yoga sedikit mereda. Dia yakin dengan semangat dan kemampuannya
kelak bisa tercapai untuk mengharumkan nama bangsa Indonesia.
“Anak muda seperti kamu
itu, adalah penerus untuk masa depan.
Makanya ditangan mudalah nasib bangsa ini dipertaruhkan. Kalau kamu
sendiri tidak punya keyakinan dan semangat yang tinggi, kamu harus siap melihat
bangsa ini sedikit demi sedikit akan mulai hancur” ibu menambahkan.
Yoga
terdiam sejenak. Dia mulai sedikit meresapi apa yang dikatakan sang ibu. Dia
sadar begitu banyak generasi pendahulu telah menghasilkan karya besar buat negeri
ini. Kemerdekaan yang sekarang diraih
bukan pewarisan dari para penjajah, namun dihasilkan melalui tercucurnya
keringat dan darah, semangat dan aktivitas, serta retorika dan diplomasi yang
dilakukan oleh para pendahulu. Itulah yang mulai tertanam di benaknya. Mulai
saat itulah Yoga giat belajar berlatih berbicara di depan cermin, dan
sering-sering bertanya guna menambah wawasannya untuk debat nanti. Setiap hari dilakukan tanpa adanya keluhan.,
lelah dan letih.
Hal
yang dinanti kini tiba. Kurang lebih sebulan Yoga mempersiapkan semuanya. Waktu
itu masih terlalu pagi, tetapi dia sudah terburu-buru segera menuju kampus.
“kak
Yoga tunggu aku” suara sang adik dari dalam rumah.
“pagi
ini kamu naik angkot atau taksi saja ya. Aku harus segera tiba di kampus”
teriak Yoga yang langsung menjalankan sepeda motornya.
Masih terbilang pagi memang, belum ada
sinar matahari yang begitu dahsyat. Hari itu Yoga akan mengikuti seleksi untuk
ajang debata Hukum International nanti. Gugup, takut, dan gelisah tampak sudah
mulai menghampiri Yoga. Tapi disisi lain Yoga percaya pada kemampuannya. Dia
yakin dia bisa menjadi satu dari lima orang yang nantinya akan terpilih.
“kepada
semua peserta debat diharapkan segera memasuki ruang auditorium sekarang juga”
tampak salah satu panitia menyuruh.
“nanti
kalian akan dibagi menjadi empat kelompok, jadi satu grup beranggotakan lima
orang. Jadi saya harap kalian bisa memberikan kemampuan kalian yang terbaik.
Keluarkan semua apa yang ingin anda katakana, dan satu hal jangan pernah merasa
takut. Karena disini kita membutuhkan orang-orang yang besifat kritis.
Mengerti?” lanjut panitia mengarahkan.
Setelah pembagian kelompok selesai, Yoga
ternyata mendapat grup pertama dimana dua orang temannya berasal dari
universitas yang berbeda. Disini meraka dituntut habis-habisan intuk
mengeluarkan pendapat mereka. Disinilah tampak sifat pemimpin dan tegas dari
para mahasiswa/i yang mengambil jurusan hukum itu. Selama acara debat
berlangsung, Yoga nampak begitu tegas menyampaikan gagasannya. Badan yang tegap
dengan suara yang lantang menambah keyakinan untuk dapat memberikan yang
terbaik. Kemampuannya dalam mengelolah kata-kata membuat acara debat itu
semakin berkesan, aura wajahnya tidak bisa dibohongi, ia begitu yakin dan
percaya diri dengan gagasan yang dikemukakannya.
“oke
terima kasih kepada semua peserta atas partisipasinya. Kalian adalah generasi
muda yang luar biasa. Kalian berani menunjukkan sikap kritis. Dan tim juri juga
sudah menilai penampilan kalian semua, dan minggu depan akan diberitahukan
hasilnya” penyampaian itu mengisyaratkan berakhirnya penyeleksian debat itu.
Satu minggu membuatnya harus senam jantung
setiap hari. Ini betul-betul mimpi tebesar dalam hidupnya membawa nama merah
putih tercinta. Bukan haanya sekedar pembuktian, dia juga bertekad dengan cara
ini dia akan kembali memupuk semangat teman-teman lain. Bahwa dengan suatu
karya dan prestasi kita bisa mebuat Negara ini menjadi Negara yang tidak harus
selalu bergantung dari Negara lain. Ya kepercayaan, kerja keras, dan sikap
kritis itu membuahkan hasil. Di papan pengumuan dekat falkutas namanya
tercantum di urutan ke-3 sebagai satu dari lima yang mewakili Indonesia ke
Inggris nanti. Dua nama teratas dan yang dibawahnya berasal dari universitas
yang berbeda. Bulu kuduknya merinding, wajahnya memancarkan aura kebahagiaan
yang sejati, dan tatapan mata yang berkaca-kaca. Seakan mengisyaratkan kalau
apa yang dicapai sekarang bukanlah mimpi.
Rasa haru begitu terasa, ucapan selamat
dari sahabat, dosen pembimbin, serta keluarga tercinta menjadi pembangkit
semangat untuk menjadi lebih baik di ajang yang bertaraf International itu.
Kali ini apa yang diimpikan bukan hanya angan-angan semata. Mimpinya tercapai,
dia percaya dengan semangat dan kemampuan yang terus diasah apa yang dianggap
tidak mungkin itu menjadi mungkin. Kini, dia mempersiapkan diri dan mengajak
generasi muda lainnya untuk kreatif, mandiri, serta mempunyai konsep diri
bangsa yang positif agar dapat menjadi pondasi yang kuat dalam pengembangan
pribadi bangsa negeri. Hal yang paling bangga lainnya adalah lewat debat hukum
International ini Yoga beserta teman lainnya mampu memperkenalkan bahasa
Indonesia di mata dunia, karena setiap peserta bisa menggunakan bahasa tempat
asal mereka. Rasa bangga dan terharu tak
bisa ditutup lagi, dengan cara ini dia bisa memgajak teman-teman lain untuk
membangun negeri ini sebagai negeri yang mandiri, tak selalu bergantung dengan
cara globalisasi.